Rabu, 07 Juni 2017



PILKADA DKI
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:
·         Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi
·         Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
·         Wali kota dan wakil wali kota untuk kota


SEJARAH
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.

Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.[1]

Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.[2]

Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja.

Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada.



Pesan dan Pelaksanaan Pilkada

SARAN PELAKSANAAN PILKADA

Diluar pengaturan RUU Pilkada bersifat politis dan sosial. Sebaiknya nota kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh semua calon yang berisi “siap menang dan siap kalah”, juga ditandatangani oleh Muspida. Sehingga jika dikemudian hari ada calon yang “tidak siap kalah”, aparat Muspida seperti Kapolres dan Dandim, dapat mengingatkan kembali. Sehingga deklarasi bersama “siap menang dan siap kalah” tidak berhenti di omongan saja. Dan dapat menjamin stabilitas sosial politik paska Pilkada.



Kelebihan dan Kekurangan Pilkada


KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PILKADA

Peristiwa ditetapkannya RUU Pilkada yang menjadi topik hangat yang sedang diperbincangkan publik akhir-akhir ini telah menjadikan opini publik terbelah menjadi dua, pandangan masyarakatpun terbagi dan menimbulkan sebuah pertanyaan besar apakah yang telah diputuskan para wakil-wakil rakyat yang menduduki kursi pemerintahan (DPR) tepat menetapkan Pilkada melalui DPRD? penulis beranggapan seluruh masyararak harus mengelathui  alasan mengapa adanya RUU Pilkada serta apa kelebihan dan kekurangan Pilkada langsung berikut ini :

Kelebihan :
1.      Rakyat dapat memilih langsung kepala daerahnya sesuai penilaian pribadi masyarakatnya.Masyarakat dapat bebas memilih sesuai track record dan dengan citra citra yang ada secara.
2.      Tokoh bisa terpilih walaupun dukungan partai minim.
Melalui PILKADA langsung tokoh – tokoh memungkinkan menang walau dengan dukungan partai yang minim. Asalkan bisa menggalang dukungan yang besar dari masyarakat

3.      Masyarakat tergerak untuk turut serta aktif dalam proses pemilu.
Di daerah yang cukup maju partisipasi aktif masyarakat sangat mendukung untuk keberlangsungan demokrasi yang baik.

4.      Kepala Daerah Terpilih diyakini telah merepresentasikan atau merupakan keterwakilan dari rakyat mayoritas.
Karena proses demokrasi disini begitu kelihatan nyata kekuasaan tertinggi ada langsung di tangan rakyat bukan ada di tangan wakil rakyat, sehingga rakyat pun puas dengan apa yang mereka pilih.








Kekurangan:

1.      Biaya yang dikeluarkan sangat besar
Biaya yang dikeluarkan mulai dari biaya penyelenggaraan, kampanye, lobbi-lobbi partai pendukung sangat besar. Ini memungkinkan calon kepala daerah yang memiliki modal besar lah yang akan menang atau mereka yang mendapat dukungan dana dari pemodal besar.

2.      Kedaulatan milik Pemodal dan Asing
Kepala daerah yang berhutang untuk biaya kampanye dan kebutuhan untuk kemenanganya akan mengembalikannya melalui proses tender yang berkali – kali lipat keuntungannya bagi penyokong modal ataupun memberikan kebijakan yang mendukung kepada pemilik modal termasuk dalam hal ini kepentingan asing juga bisa masuk terhadap penguasaan sumber-sumber kekayaan alam kita dan mempengaruhi kebijakan kepala daerah melalui pressure yang dilancarkan.

3.      Korupsi
Untuk mengembalikan modal besar pribadi, sponsor maupun partai yang telah mengeluarkan milyaran bahkan triliunan rupiah sudah barang tentu menjadikan korupsi sebagai jalan yang nyaman.

4.      Rawan penyalahgunaan birokrasi dan minim pengawasan
Selama ini kita lemah dalam pengawasan dan punishment. Banyak penyalahgunaan wewenwng yang terjadi dalam proses pilkada.

5.      Potensi Konflik
Sering terjadi konflik horizontal selama dilaksanakannya Pilkada-pilkada di daerah. Bahkan sering terjadi Anarkistis dan Pengrusakan fasilitas public. Konflik itu juga sering menimbulkan ketegangan di masyarakat untuk waktu yang lama, bahkan mungkin ada juga dendam.



Pelaksanaan Pilkada

PELAKSANAAN / PROSES PILKADA

Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) merupakan rekruitmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/ Wakil Walikota.

Kepala Daerah adalah jabatan politik atau jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Fungsi-fungsi pemerintahan terbagi menjadi perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan. Kepala Daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan atas ketiga fungsi pemerintahan tersebut. Dalam konteks struktur kekuasaan, Kepala Daerah adalah kepala eksekutif di daerah.

Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) diatur dalam perundang-undangan sebagai berikut:

·                     Pasal 56 Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah: Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
·                     Pasal 1 angka 4 Undang Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu: Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
·                     Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota: Pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis melalui lembaga perwakilan rakyat
·                     Undang-Undang No. 1 Tahun 2015: Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis.
·                     Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2015: Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang bertanggung jawab kepada DPRD. Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD menyampaikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada DPRD. Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah yang keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, perguruan tinggi, pers dan tokoh masyarakat.


Syarat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 
Untuk menjadi Kepala Daerah, seorang bakal calon Kepala Daerah harus memiliki syarat-syarat tertentu agar dapat menjadi seorang calon Gubernur, calon Bupati, dan calon Walikota. Syarat utama adalah seorang warga Negara Indonesia dan persyaratan lain sebagai berikut (Pasal 13 Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014):

1.                  Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.                  Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
3.                  Berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat. 
4.                  Telah mengikuti uji publik.
5.                  Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan calon walikota.
6.                  Mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter.
7.                  Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 5 (lima) tahun. 
8.                  Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
9.                  Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
10.              Menyerahkan daftar kekayaan pribadi.
11.              Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara. 
12.              Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
13.              Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memiliki laporan pajak pribadi. 
14.              Belum pernah menjabat sebagai gubernur, bupati, dan/atau walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
15.              Berhenti dari jabatannya bagi gubernur, bupati, dan walikota yang mencalonkan diri di daerah lain.
16.              Tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota. 
17.              Tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.
18.              Memberitahukan pencalonannya sebagai gubernur, bupati, dan walikota kepada Pimpinan DPR, DPD, atau DPRD bagi anggota DPR, DPD, atau DPRD.
19.              Mengundurkan diri sebagai anggota TNI/Polri dan PNS sejak mendaftarkan diri sebagai calon.
20.              Berhenti dari jabatan pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; dan
21.              Tidak berstatus sebagai anggota Panlih gubernur, bupati, dan walikota.



Tahapan Pemilihan Kepada Daerah 
Kegiatan pilkada langsung dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu masa persiapan dan tahap pelaksanaan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 65 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pilkada dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Masing-masing tahap dilakukan berbagai kegiatan yang merupakan proses pilkada langsung. Pelaksanaan tahap kegiatan haruslah berurutan.

a. Tahap Persiapan 
Pada Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan tahap persiapan terbagi menjadi lima pelaksanaan, yaitu:

1.                  Pemberitahuan DPRD kepada Kepala Daerah mengenai berakhirnya masa jabatan.
2.                  Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah.
3.                  Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah.
4.                  Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS, dan KPPS.
5.                  Pembentukan dan pendaftaran pemantau.
b. Tahap Pelaksanaan 
Pada Pasal 65 ayat (3) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tahap pelaksanaan terdiri dari enam kegiatan, yang masing-masing merupakan rangkaian yang saling terkait, yaitu:

1.                  Penetapan daftar pemilih.
2.                  Pendaftaran dan penetapan calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah. 
3.                  Kampanye.
4.                  Pemungutan suara.
5.                  Perhitungan suara.
6.                  Penetapan pasangan calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah terpilih.
7.                  pengesahan, dan pelantikan.


UU Pemilu

UU PEMILU
Pemilu Adalah pemilihan umum.Menurut UU No.8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ,Dewan Perwakilan Daerah ,dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah .Dalam pasal 1 angka 1 disebutkan pemilihan umum,selanjutnya disebut pemilu ,adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung ,umum ,bebas ,rahassia,jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang -Undang Dasar Negara Republi k Indonesia Tahun 1945 .Pengertian dalam undang - undang ini juga sama persis dengan UU.No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.

Dari pasal 1 UU.No.8 tahun 2012 dengan UU.No.15 tahun 2011 terlihat bahwa Pemilu ditujukan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),Dewan Perwakilan Daerah (DPD),Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD ) baik provinsi dan kabupaten / kota (berdasar angka 2 Pasal 1 UU.No.8 tahun 2012 dan UU.No.15 tahun 2011).Selain memilih anggota legislatif seperti yang telah dipaparkan diatas ,Pemilu juga untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden .Berkenaan dengan hal tersebut maka diatur dalam UU.No.42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Bila kita amati pengaturan mengenai Pemilu tidak hanya diatur dalam satu undang - undang saja ,sehingga muncullah pemikiran sebenrnya apakah hakikat dari pemilu sampai diatur dalam beberapa kebijakan ? 
Didepan telah disinggung pengertian Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat .Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi atau mutlak .Bila digabung dengan kata rakyat maka kedaultan tertinggi berda di tangan rakyat .Rakyat memiliki hak untuk menentukan roda pemerintahan melalui suaranya dalam Pemilu.Berdasar UU.No.8 tahun 2012 dan UU.No.15 tahun 2011 Pemilu tidak hanya  ditujukan untuk memilih badan legeslatif saja tetapi untuk memilih esekutif juga.Kedua lembaga tersebut merupakan   2 dari beberapa lembaga tinggi yang ada di Indonesai.Dengan demikian jelaslah bahwa masa depan Indonesia berada di tangan rakyat sendiri karena lembaga - lembaga tinggi tersebut dipilih oleh rakyat.Sehingga muncullah konsep bahwa pemerintahan dari oleh dan untuk rakyat.Karena sesungguhnya orang - orang yang duduk dalam lembaga tinggi tersebut juga berasal dari rakyat.Hal ini tentu juga sesuai dengan konsep negara demokratis.
 Karena Pemilu menentuka masa depan suatu bangsa maka dalam pelaksanaanya juga terdapat asas - asa yang memuat prinsip pemilu .Asas ini meliputi langsung ,umum ,bebas ,rahasia jujur ,dan adil (terdapat dalam pasal 2 UU .No.8 tahun 2012 dan UU.No.15 tahun 2011 ).Meski dasar - dasar pelaksanna Pemilu terdapat dama undang - undang namun dalam prakteknya masih banyak terjadi penyimpangan ,misalnya suap bagi para calon pemilih .
Sebaiknya sebagai mahasiswa ,pelopor perubahan maka menjadi tanggung jawab kita untuk memperbaiki apa yang nyata telah terbukti salah dan menyimpang.



PILKADA DKI
Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:
·         Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi
·         Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten
·         Wali kota dan wakil wali kota untuk kota


SEJARAH
Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.

Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.[1]

Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.[2]

Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja.

Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada.